Jakarta, Bird.biz.id – Masyarakat kembali digegerkan dengan laporan soal dana pinjaman yang tiba-tiba masuk ke rekening mereka tanpa pernah mengajukan permohonan. Aplikasi pinjaman daring Rupiah Cepat menjadi sorotan, memicu kekhawatiran tentang keamanan dan transparansi di industri fintech. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun bergerak cepat.
Tidak tinggal diam, OJK langsung memanggil penyelenggara aplikasi tersebut, yakni PT Kredit Utama Fintech Indonesia. “Kami telah menerima pengaduan, dan meminta klarifikasi dari pihak terkait serta memerintahkan investigasi internal,” ujar Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyadi, dalam keterangan tertulis, Rabu (21/5).
Selain meminta laporan hasil investigasi, OJK juga menekankan agar pihak Rupiah Cepat menindaklanjuti pengaduan konsumen secara serius. Langkah ini diambil sebagai bagian dari komitmen OJK dalam mengedepankan pelindungan konsumen sebagai prioritas pengawasan sektor jasa keuangan, termasuk fintech peer-to-peer lending atau pinjaman online (pinjol).
Masyarakat Diimbau Waspada dan Jaga Data Pribadi
Kasus ini menjadi peringatan serius bagi masyarakat. OJK mengingatkan pentingnya menjaga keamanan data pribadi seperti kata sandi dan kode OTP. “Jangan mudah tergiur tawaran pinjaman instan, dan pastikan tidak sembarangan memberikan akses ke perangkat pribadi,” ujar Ismail.
Jika mengalami kejadian serupa atau merasa menjadi korban penyalahgunaan, masyarakat diminta segera melapor ke OJK melalui kanal resmi seperti:
-
Kontak OJK 157
-
WhatsApp 081-157-157-157
-
Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen (APPK)
Pinjol dan Perempuan: Dominasi Pengguna, Tapi Minim Literasi
Fakta menarik juga diungkap OJK. Berdasarkan data terbaru, sebanyak 50,3 persen pengguna layanan pinjol adalah perempuan—sedikit lebih banyak dibandingkan laki-laki (49,7 persen). Namun, dominasi tersebut tidak sebanding dengan tingkat literasi keuangan yang dimiliki.
“Inklusi keuangan perempuan masih rendah, hanya 40,19 persen. Bahkan, untuk literasi keuangan syariah, angkanya lebih mengkhawatirkan, hanya 13,32 persen,” ujar Ismail.
Melihat peran strategis perempuan dalam keluarga, OJK menilai mereka perlu menjadi sasaran utama program literasi dan inklusi. Salah satunya melalui inisiatif SiCantiks (Sahabat Ibu Cakap Literasi Keuangan Syariah), yang mengedukasi perempuan soal pengelolaan keuangan yang sehat.
Penipuan Digital Kian Canggih, Pelaporan Harus Kilat
Tak hanya kasus dana misterius, OJK juga menyoroti modus penipuan digital yang makin kompleks. Dana hasil kejahatan kerap segera dibagi ke beberapa rekening dan dikonversi ke aset kripto agar sulit dilacak. Oleh karena itu, kecepatan pelaporan menjadi kunci.
“Kalau merasa jadi korban, jangan tunggu. Segera hubungi Indonesia Anti-Scam Center (IASC), karena setiap detik sangat berharga,” jelas Ismail.
Dengan dinamika fintech yang terus berkembang, OJK menegaskan bahwa regulasi dan literasi harus berjalan beriringan. Karena di balik kemudahan digital, ada risiko nyata yang mengintai jika pengguna tidak dibekali pemahaman yang cukup.